Thursday, April 3, 2008

Kupu-Kupu Matahari (2)

Kupu-kupu memang ditakdirkan untuk lahir dari kepompong yang lembut, karena dengan begitu dia menjadi cantik. Sebagai sebuah kelembutan yang cantik, kepompong menjadi wadah penciptaan yang luar biasa. Di dalam itu sesosok makluk dipasangkan sayap lembut agar bisa rasakan dunia yang megah ini, ia pun di lukiskan warna yang indah supaya menjadi makluk yang kedatangannya selalu menghibur hati. Bersama dengan datangnya fajar, mahluk yang indah itu berkelepak di antara dedaunan dan embun pagi. Ia tersenyum. Dengan riang dijelajahinya belantara yang memikat dirinya. Di perjalanan itu satu persatu ditemuinya kenyataan tentang belantara itu sebenarnya. Saat ia bertemu kantung semar, diketahuinya bahwa di balik keunikan yang tampak itu ternyata menyimpan bahaya. Saat ia bertemu mawar, ia mengerti jika pesona itu terkadang berbahaya. Saat berjumpa melati, ia pun sadar bahwa kesederhanaan itu lebih membawa kedamaian. Kupu-kupu tersenyum dan kembali terbang.

Aku sadar kini mengapa kupu-kupu yang datang di pagi hari itu tidak nampak lagi. Makhluk yang kunamai kupu-kupu matahari itu masih ingin terbang untuk mencari kesimpulan-kesimpulan lain dalam perjalanannya. Kupu-kupu itu ingin mengerti kenapa ia menajdi kupu-kupu?, berapa lama ia bisa tetap terbang jelajahi tanah bumi? Dan ingin tahu bisakah ia terbang ke arah matahari?. Matahari selalu mempesonanya semenjak ia dilahirkan dari kepompong. Matahari adalah ibu yang dilihatnya pertama kali saat matanya dibuka sewaktu kelahirannya. “ aku ingin dipeluk oleh matahari, merasakan cahaya nya merasuki hidupku selalu”, begitu mungkin ucapan yang bisa dia ungkapkan.

Melihat besar inginnya dan melihat diriku yang hanya bisa ada disini, aku menghela nafas panjang. Pikiranku berdialog, “ biarkan dia pergi, aku akan merindukannya di setiap pagi, namun tidakkah terlalu egois jika kukurung dia untuk tetap di tamanku, padahal niatnya kepada matahari adalah mimpinya”. Sempat terbersit khawatirku tentang angin yang akan menghempasnya saat terbang menuju matahari, atau burung-burung migrasi yang menyambar tubuh indahnya, atau juga api yang meledak dari matahari yang akhirnya membakar dirinya. Kekhawatiranku bisa memenjarakannya.

Di suatu saat yang lain aku berpikir, dengan berikan waktu untuk temukan kesimpulan-kesimpulan itu, kelak dia akan menjadi makhluk yang lebih kuat, makluk yang bisa lebih bahagia dengan taman yang sederhana ini, dimana bunga, embun, gemericik air dan desir lembut angin menjadikan syukur selalu muncul sebagai kesimpulan akhir selama masih diberi hidup oleh-Nya. Ya, kupu-kupuku, terbanglah untuk sesaat, temukan dirimu dan jika sudi untuk kembali aku akan menunggumu, ditaman ini. Aku akan menanti hadirmu yang tersenyum menyapa saat jendela kamarku terbuka, aku akan menanti kelepak sayap cantikmu yang berpindah dari satu bungan ke bunga yang lain, aku pun akan bersyukur saat kau hinggap di jemariku dan rasakan kau berbicara kepadaku, lalu kita berdiskusi seharian, tentang kantung semar, mawar, melati, dan tentang matahari yang sebenarnya. Matahari yang ternyata ada di dalam diri; sebuah harapan.


Bandar Lampung, 03/04/08

Dari sebuah perjalanan
Bandung-Bandar Lampung

2 comments:

hermawan said...

dialog raja siang dg raja malam

raja malam
tak kalah bercahaya rupanya
dengan sang raja siang.
bukankah raja siang
yang selama ini
menyilaukan
penghuni bumi ini
dan khilaf akan malam
padahal,
kilauan cahya
dari wajah sang raja malam
telah memperlihatkan jelas sekali
betapa tidak menariknya
penampang alas kaki kita ini
pilihlah aku,
sang raja malam!!
niscaya,
kau akan temukan
sejatinya engkau...

Anonymous said...

mungkin benar.. kupu-kupu itu hanya ingin bermain.. saja.. entahlah..