Saturday, September 22, 2007

kedatangan

pikir ku bernyanyi lagi
berdendang lagu lama
tak pernah terasa lagi
kunikmati ketuk darinya
sambil mengucap selamat datang
dijawab senyum terkembang

BDL/22-09-2007

Monday, August 27, 2007

Balada Senja

seandainya camar ini tidak terlalu cepat berlabuh
mungkin ia bersama senja hangat yang menunggunya di batas langit
tapi memang camar harus berlabuh sebelum malam menelannya
sementara senja masih merah
menunggu camar terakhir yang melintas di ufuknya


BDL/ 270807

Saturday, June 2, 2007

Tak Lagi Ada Puisi

tidak ada puisi hari ini
mungkin juga selamanya
aku tak punya alasan untuknya
tak ada bingkisan yang harus kuberikan bersamanya
tak jua bingkai untuk memadangnya
di saat aku jauh

mungkin tak lagi ada puisi
yang teruntuk siapa

BDL, 27/12/06

Aku 3

biarlah aku bercinta lagi dengan kenangan kita
kucumbu slide-slide pertemuan kita
ku basuh abstraksi dirimu
kupeluk sapamu yang mengikatkan rindu
kucium sapa pergimu
aku bahagia, nafsuku memburu
mengejar dirimu

BDL, 6/8/2006

Aku 2

bayangmu kembali menyapaku
nostalgia yang kurindu
menyapa engkau di saat subuh mengawali hari
atau malam mengantar lelah kepada mimpi
bersama lagumu yang menjelma engkau
aku merindumu
entah sampai kapan

kupikir ku sanggup gantikanmu
tapi bukan senang kutemu
hanya rindu yang gemericikkan malam
desah dan gores senyumku
bertanya kenapa engkau pergi.

BDL 6 Agustus 2006

Kematian semakin larut

: kenangan terhadap Hamid Jabbar

Kerlap kedip sambangi malam
Suara lantang menggetar tajam
Menggelegar hendak menikam
Saat detik dan menit terasa kelam

Ya, Kau yang Maha Digjaya
Beri penggal tiga puluh detik saja
Agar dapat uraikan kuasa
Yang menghitam menjadi jelaga
Agar tiada lagi terasa oleh mereka

Ku tahu dia telah mengetuk
Pintu kubuka untuk dibentuk
Oleh angin gemerisik
Dingin yang gemerutuk

Ya, Penjaga pintu maut
Terima kasih atas menit
Pembuluh yang berdenyut
Pada rentang akhir bergelayut
Meski kutahu yang patut
Bahwa kematian semakin larut

BDL, 31 Mei 2004: 21.33 WIB

Pahit yang manis

: untuk Alm. Nurdin Febriana

Tak ada ketuk dipintu
pula bisik tertiup ditelinga
ketika kau harus berhenti
menggores pena di lembar ini
masih aku menyimpan karya dari letih kita
pula menempel sang ketika pada ku

kau pergi tak pamit
kuasa memang segala
pahit harus ada agar manis terasa
yang indah dari malam adalah malam
bukan bulan atau bintang
tapi gelap
kita tak lagi menulis

tunjukkan risalah itu di sana
tentang engkau dan kita
mengisi ruang
menikmati ritme dan fantasi
tanpa harus berdebu

BDL, 23 Februari 2004

Menulis kisah

Aku ingin menggores
menggoreskan pena di atas kertas
yang makin lama makin kumal
karena tidak pernah lagi kutuliskan kisah di sana
tapi apa yang harus kutulis

Aku sempat gamang
ingin menulis kisah kita
saat bingkai kado merah jambu
kuberikan padamu

tapi aku tak kuasa
menuliskan kisah
demikian nyata

BDL, 21 Januari 2004